Jumat, Juli 18, 2008

CSR Ke BSR

Dari CSR ke BSR
Brand Social ResponsibilityKerja Sosial Sambil Membangun MerekCorporate Social Responsibility (CSR) seolah menjadi kewajiban korporasi atau holding company semata. Padahal CSR seharusnya dijalankan oleh setiap organisasi yang mengelola merek di dalam perusahaan tersebut. Banyak pula perusahaan yang menjalankan CSR, tapi lupa dalam pengelolaan citra merek perusahaan, sehingga tidak memiliki dampak bagi perusahaan. Konsep Brand Social Responsibility (BSR mungkin lebih menarik untuk dijalankan.Ketika sebuah merek sampai di tangan konsumen, sebenarnya merek tersebut sudah mengalami perjalanan yang demikian panjang. Mulai dari saat perusahaan pemilik merek berdiri, proses penciptaan merek, pendirian pabrik, berhubungan dengan supplier, proses produksi promosi, distribusi, dan lain-lain. Tidak mengherankan jika dalam proses tersebut ada saja masalah etika yang sengaja atau tidak, dilanggar pleh perusahaan. Seperti masalah buruh, penekanan terhadap pemasok, pencemaran, promosi yang terlalu menekan sampai mungkin masalah keluarg ayang timbul akibat merek.Makanya, tidak mengherankan jika sebuah merek wajib memberikan atau mengembalikan sesuatu kepada semua stakeholder perusahaan. Bukan hanya kepada pemilik modal, tetapi juga kepada para karyawan, masyarakat maupun lingkungan. Bentuknya yang sedang “nge-tren” adalah Corporate Social Responsibility (CSR)CSR adalah pemikiran yang terus berkembang dewasa ini. Banyak negara kini mengalami masalah sosial yang menglobal. Mulai dari perusakan lingkungan, kemiskinan, narkotika, sampai perdagangan manusia. Untuk mengatasi persoalan ini memang tidak cukup mengharapkan peran dari pemerintah semata. Perusahaan sebagai “sumber uang” tentunya lebih memiliki kekuatan dan kemampuan untuk membantu mengatasi berbagai persoalan ini.Hanya saja kesadaran perusahaan ternyata belum sebesar yang diharapkan, sekalipun pemikiran CSR ini sudah begitu lama. Masalahnya tertuju pada kerelaan perusahaan mengeluarkan sebagian profitnya untuk menjalankan CSR. Apalagi pada saat kondisi perusahaan kurang begitu baik, kerelaan ini tentu saja akan kian menipis. Beberapa perusahaan bahkan berpikir bahwa dengan membayar pajak, sebenarnya perusahaan telah menjalankan CSR. Soalnya, pajaklah yang seharusnya berperan dalam mengatasi problem kemasyarakatan.Padahal CSR sebenarnya bukan hanya berperan dalam memberi sumbangan kepada masyarakat. Pertama, CSR bisa menciptakan citra atau reputasi bagi perusahaan dan merek. Di negara maju, sudah banyak penelitian yang menghubungkan antara pola pembelian dengan reputasi merek. Beberapa merek bahkan sudah mencoba memposisikan diri dengan kepedulian sosial seperti The Body Shop dan British Petroleum (BP).Selain itu CSR juga bisa membantu perusahaan, mengatasi krisis manajemen. Dengan melibatkan langsung masyarakat dalam kegiatan CSR, dapat menciptakan komunitas-komunitas yang bisa membantu perusahaan mengatasi krisis – seperti pada kasus keracunan merek Tylenol di Amerika Serikat (AS) tahun 1982. Pada saat itu, Johnson & Johnson (J&J) menarik 31 juta botol produk tersebut – nilainya 100 juta dolar – dari pasaran. Sampai saat ini J&J memiliki reputasi baik di masyarakat dan dengan cepat konsumen melupakan bahwa salah satu brand mereka “pernah meracuni” masyarakat AS.Kualitas perusahaan di bidang CSR juga bisa memberikan dampak positif di dalam, umpamanya meningkatkan moral dan kebanggaan karyawan. Bahkan kadang inovasi juga bisa diperoleh dari hubungan yang dibangun perusahaan dengan masyarakat sekitar. Pendayagunaan masyarakat sendiri juga merupakan inovasi perusahaan dalam memperoleh sumber daya yang lebih murah dan efisien. Dibandingkan dengan mempekerjakan orang luar sebagai tenaga kerja, akan lebih murah mendayagunakan masyarakat sekitar.Jika terjadi kerusuhan seperti tahun 1998, masyarakat sekitarlah yang akan menjaga perusahaan. Di AS, pada saat terjadi kerusuhan dan vandalisme, sekitar 60-an outlet McDonald’s bebas dari kerusakan.Sayangnya, sekalipun punya nilai strategis di masa datang, banyak perusahaan ,asih belum yakin akan pentingnya CSR. Citra perusahaan bisa dibangun dengan cara lain ketimbang CSR. Konsep ini lebih sesuai untuk negara maju yang punya banyak waktu untuk mengurusi “orang lain”. Sementara di negara berkembang seperti di Indonesia, isu di banyak perusahaan masih terpaut pada bagaimana perusahaan bisa bertahan pada jangka panjang.
Sejalan dengan Strategi Merek. Isu yang menarik, kepedulian perusahaan di Indonesia sebenarnya sudah mulai bertumbuh sejak terjadinya bencana besar di Indonesia. Terutama pada saat terjadinya bencana Tsunami di Aceh dan sekitarnya pada tahun 2004, yang menewaskan ratusan ribu orang dan membuat jutaan orang harus mengungsi. Tanpa dikoordinasi, perusahaan-perusahaan di Indonesia dengan rela merogoh koceknya untuk memberikan bantuan, baik dalam bentuk sumbangan uang maupun kegiatan rehabilitasi. Kepedulian ini terus berlanjut sampai sekarang manakala berbagai bencana terus menghantui Indonesia.Namun, sekali lagi, kepedulian ini lama-kelamaan tidak lebih dari upaya filantropi atau bagi-bagi sumbangan. Padahal CSR seharusnya lebih luas daripada itu. CSR juga harus memberi sumbangan nyata dalam jangka panjng seperti perbaikan dan pengembangan komunitas dan lingkungan. Seperti dilakukan oleh kecap Bango, misalnya. Merek ini terlibat dalam pengembangan komunitas petani kedelai. Bank BNI dalam laporan CSR-nya juga menyebutkan bahwa bank ini terlibat dalam pendirian puskesmas di daerah terpencil seperti Papua. Aktivitas semacam ini sudah dampai pada pembuatan proyek yang berkesinambungan selama bertahun-tahun dan berakar di masyarakat.Masalahnya, jika sudah sampai ke tahap yang demikian rumit, maka CSR sudah bukan lagi sekadar kewajiban perusahaan, tetapi menjadi sebuah strategi yang dikembangkan oleh perusahaan. Hal ini dikarenakan begitu banyak upaya, waktu, dan dana yang dikeluarkan untuk kegiatan seperti community development. Oleh karena itu, timbal baliknya bagi perusahaan sebagai institusi bisnis seharusnya juga ada. Jadi, menjalankan program CSR bukan sekadar menjalankan dengan penuh kesadaran hati tetapi juga perhitungan dan strategi yang tepat. Baik strategi bagi komunitas yang dibangun maupun strategi bagi perusahaan itu sendiri. Bukannya tidak rela dengan semua sumbangan itu, namun jangan sampai konsumen memiliki persepsi yang justru berbeda dengan yang kita harapkan.Contohnya, perusahaan pertambangan dengan perusahaan consumer goods tentunya menghadapi situasi yang berbeda. Perusahaan pertambangan akan menghadapi isu perusakan lingkungan di sekitar areal pertambangan. Sedangkan perusahaan consumer goods berhadapan dengan pasar konsumen. Masalah sosial dan lingkungan akan memiliki derajat relevansi yang lebih besar untuk orang-orang di sekitar daerah pertambangan dibandingkan konsumen di perkotaan. Makanya, menjalankan CSR juga jangan sampai salah alamat.Karena itulah, istilah CSR untuk lingkup produk dan jasa lebih pas mempergunakan istilah BSR (Brand Social Responsibility). Pertama, isu kepedulian sosial seharusnya bukan hanya tanggung jawab korporat tetapi juga berbagai merek yang dikelola perusahaan tersebut. Istilah korporasi seolah menyiratkan bahwa CSR lebih menjadi tanggung jawab “kantor pusat”. Padahal kebanyakan merek di perusahaan besar dikelola oleh unit usaha sendiri yang merupakan anak perusahaan dari holding company. Dengan keterlibatan semua pengelola merek, baik pengelola merek di level korporat sampai produk, sisi positifnya adalah semakin banyak kepedulian sosial yang dijalankan.Kedua, dengan menjalankan BSR, perusahaan yang menjalankan aktivitas sosial ini akan merasakan bahwa apa yang dilakukan punya nilai strategis terhadap pengelolaan merek, bukan sekadar mendapatkan pujian dari masyarakat. Karenanya, strategi yang dijalankan pun harus sejalan dengan strategi merek.Ketiga, menjalankan BSR lebih menarik dan bahkan lebih fun karena bisa dikaitkan dengan program-program marketing yang dijalankan. Umumnya mereka yang terlibat dalam menjalankan strategi merek produk dan jasa lebih kreatif karena sering berkompetisi dengan pesaing. Akibatnya, mereka bisa menjalankan kepedulian sosial yang lebih kreatif.
Cara Menjalankan BSR. Jadi, konsep BSR menekankan pada kepedulian merek kepada masalah sosial masyarakat dan bagaimana mengelola merek melalui kegiatan kepedulian sosial tersebut. Tentu saja, bicara soal strategi, kita berbicara tentang perencanaan. Pertama, BSR tentunya harus memiliki tujuan atau sasaran, baik tujuan jangka pendek maupun jangka panjang. Sasaran yang bermisi sosial maupun sasaran yang menjadi marketing objective.Kedua, ada baiknya BSR bukan hanya menjadi pekerjaan sampingan. Banyak aktivitas kepedulian sosial hanya menjadi bagian dari aktivitas public relations (PR). Padahal pada saat memiliki sasaran, BSR haruslah diorganisasikan dengan baik.Ketiga, fokus pada hal-hal yang berhubungan dengan merek atau jasa. Mengerjakan semua hal yang baik sangatlah sulit. Selain itu, penggunaan sumber daya juga menjadi tidak efektif dan efisien. Oleh sebab itu, ada baiknya berfokus pada hal-hal yang berkaitan dengan merek. Contohnya, BSR dari bank akan berkait dengan akses kredit yang murah kepada masyarakat kecil. Perusahaan IT berkaitan dengan penyediaan teknologi IT untuk masyarakat pedesaan atau merek air minum berhubungan dengan penyediaan air bersih.Berbicara soal masalah efektif dan efisien, ada baiknya merek juga beraliansi dengan berbagai pihak agar bisa menjangkau kelompok komunitas yang ingin diraih. Caranya adalah menjalin kolaborasi dengan lembaga pemerintah, institusi pendidikan atau LSM. Ada berbagai LSM yang memiliki kekhususan pada bidang tertentu seperti pendidikan, kesehatan, kemiskinan dan lain-lain. Dengan memilih lembaga (yang kredibel tentunya) akan sangat membantu kesuksesan program BSR, termasuk sasaran marketingnya.Hal lain adalah masalah komunikasi. Lantaran BSR berkaitan dengan upaya membangun reputasi masa mendatang, maka komunikasi harus dirancang dan dijalankan dalam setiap aktivitas BSR. Sekalipun sebuah merek banyak menjalankan BSR, namun tanpa adanya komunikasi publik tidak mengetahui apa yang sudah dilakukan.Terakhir, perlu dilakukan ukuran-ukuran untuk menentukan apakah tujuan BSR telah tercapai dan berhasil. Ukuran-ukuran ini juga dapat menjadi bahan evaluasi dan target di tahun-tahun mendatang. Contohnya, seberapa besar partisipasi masyarakat, berapa besar hasil yang bisa dicapai oleh masyarakat akibat adanya BSR dan seberapa besar dampak BSR terhadap kekuatan merek di masyarakat. Semuanya ini menjadi landasan untuk kembali menjalankan BSR di masa mendatang.Sumber : Majalah Marketing Edisi 11/VII/NOVEMBER 2007

Tidak ada komentar: