Jumat, Juni 13, 2008

BAB I
ETIKA


1.1 Pengertian Etika

Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah "Ethos", yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu "Mos" dan dalam bentuk jamaknya "Mores", yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari halhal tindakan yang buruk.

Etika adalah nilai-nilai moral yang mengikat dalam berucap, bersikap dan berperilaku dalam pelaksanaan tugas, fungsi, wewenang, dan tanggungjawab. Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku. Istilah lain yang identik dengan etika, yaitu: Susila (Sanskerta), lebih menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik (su). Akhlak (Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak.

Filsuf Aristoteles, dalam bukunya Etika Nikomacheia, menjelaskan tentang pembahasan Etika, sebagai berikut: (a). Terminius Techicus : Pengertian etika dalam hal ini adalah, etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia. (b). Manner dan Custom : Membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat manusia (In herent in human nature) yang terikat dengan pengertian "baik dan buruk" suatu tingkah laku atau perbuatan manusia.

Pengertian dan definisi Etika dari para filsuf atau ahli berbeda dalam pokok perhatiannya; antara lain: (a). Merupakan prinsip-prinsip moral yang termasuk ilmu tentang kebaikan dan sifat dari hak (The principles of morality, including the science of good and the nature of the right). (b). Pedoman perilaku, yang diakui berkaitan dengan memperhatikan bagian utama dari kegiatan manusia. (The rules of conduct, recognize in respect to a particular class of human actions). (c). Ilmu watak manusia yang ideal, dan prinsip-prinsip moral sebagai individual. (The science of human character in its ideal state, and moral principles as of an individual). (d). Merupakan ilmu mengenai suatu kewajiban (The science of duty).

Etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tanggapan kesusilaan atau etis, yaitu sama halnya dengan berbicara moral (mores). Manusia disebut etis, ialah manusia secara utuh dan menyeluruh mampu memenuhi hajat hidupnya dalam rangka asas keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan pihak yang lainnya, antara rohani dengan jasmaninya, dan antara sebagai makhluk berdiri sendiri dengan penciptanya.

1.2 Macam Etika

Nilai-nilai atau norma-norma yang dikaitkan dengan etika, terdapat dua macam etika (Keraf: 1991: 23), sebagai berikut:

(1). Etika Deskriptif , Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya Etika deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya. Dapat disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan manusia dapat bertindak secara etis.

(2). Etika Normatif, Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi Etika Normatif merupakan norma-norma yang dapat menuntun agar manusia bertindak secara baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat.

Pada akhirnya nilai moral, etika, kode perilaku dan kode etik standard profesi adalah memberikan jalan, pedoman, tolok ukur dan acuan untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang akan dilakukan dalam berbagai situasi dan kondisi tertentu dalam memberikan pelayanan profesi atau keahliannya masing-masing. Pengambilan keputusan etis atau etik, merupakan aspek kompetensi dari perilaku moral sebagai seorang profesional yang telah memperhitungkan konsekuensinya, secara matang baik buruknya akibat yang ditimbulkan dari tindakannya itu secara obyektif, dan sekaligus memiliki tanggung jawab atau integritas yang tinggi. Kode etik profesi dibentuk dan disepakati oleh para profesional tersebut bukanlah ditujukan untuk melindungi kepentingan individual (subyektif), tetapi lebih ditekankan kepada kepentingan yang lebih luas (obyektif).


BAB II
KODE ETIK HUMAS


2.1 Kode Etik Humas

Kode Etik Humas adalah pedoman bersikap, berperilaku, bertindak dan berucap para praktisi humas. Profesi adalah pekerjaan yang menuntut keahlian dan keterampilan dalam pelayanan tertentu berdasarkan latihan, pengetahuan dan kemampuan yang diakui sesuai dengan standar kompetensinya. Hubungan masyarakat untuk selanjutnya disebut humas adalah aktivitas lembaga dan atau individu, yang melakukan fungsi manajemen dalam bidang komunikasi dan informasi kepada publik pemangku kepentingan (stakeholders) dan sebaliknya.

Humas adalah segenap tindakan yang dilakukan oleh suatu instansi/perusahaan dalam usaha membina hubungan yang harmonis dengan khalayak internal dan ekstenal dan membina martabat instansi/lembaga dalam pandangan khalayak internal dan eksternal guna memperoleh pengertian, kepercayaan, kerjasama, dan dukungan dari khalayak internal dan eksternal dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya. Lembaga humas adalah unit organisasi dalam suatu lembaga yang melakukan fungsi manajemen bidang komunikasi dan informasi.

2.2 Kode Etik Profesi Humas

2.2.1 Pasal 1 ( Komitment Pribadi) :

1. Memiliki dan menerapakan standar moral serta reputasi setinggi mungkin dalam menjalankan profesi kehumasan;
2. Berperan nyata dan sungguh-sungguh dalam upaya memasyarakatkan kepentingan Indonesia;
3. Menumbuhkan dan mengembangkan hubungan antarwarga Negara Indonesia yang serasi dan selaras demi terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa.

2.2.2 Pasal 2 (Perilaku terhadap Klien atau Atasan) :

1. Berlaku jujur dalam berhubungan dengan klien atau atasan.
2. Tidak mewakili dua atau beberapa kepentingan yang berbeda atau yang bersaing tanpa persetujuan semua pihak yang terkait.
3. Menjamin rahasia serta kepercayaan yang diberikan oleh klien atau atasan maupun yang pernah diberikan oleh mantan klien atau mantan atasan.
4. Humas tidak melakukan tindak atau mengeluarkan ucapan yang cenderung merendahkan martabat, klien atau atasan, maupun mantan klien atau mantan atasan.
5. Humas dalam memberi jasa-jasa kepada klien atau atasan, tidak akan menerima pembayaran, komisi, atau imbalan dari pihak manapun selain dari klien atau atasannya yang telah memperoleh penjelasan lengkap.
6. Humas tidak menyarankan kepad calon klien atau calon atasan bahwa pembayaran atau imbalan jasa-jasanya harus didasarkan kepada hasil-hasil tertentu, atau tidak akan menyetujui perjanjian apapun yang mengarah kepada hal serupa.

2.2.3 Pasal 3 (Perliaku terhadap Masyarakat dan Media Massa) :

1. Humas menjalankan kegiatan profesi kehumasan dengan memperhatikan kepentingan masyarakat serta harga diri anggota masyarakat.
2. Humas tidak melibatkan diri dalam tindak utnuk memanipulasi integritas sarana maupun jalur komunikasi massa.
3. Humas tidak menyebarluaskan informasi yang tidak benar atau yang menyesatkan sehingga dapat menodai profesi kehumasan.
4. Humas senantiasa membantu penyebarluasan informasi mapun pengumpulan pendapat untuk kepentingan indonesia.

2.2.4 Pasal 4 (Perilaku terhadap Sejawat) :

1. Humas tidak dengan sengaja merusak dan mencemarkan reputasi atau tidak profesional sejawatnya, Namun, bila ada sejawat yang bersalah karena melakukan tindak yang tidak etis, yang melanggar hukum, atau yang tidak jujur, termasuk melanggar kode etik kehumasn Indonesia, maka bukti-bukti wajib disampaikan kepada Dewan Kehormatan Perhumas.
2. Tidak menawarkan diri atau mendesak klien atau atasan untuk mengantikan kedudukan sejawatnya.
3. Membantu dan bekerja sama dengan para sejawat di seluruh Indonesia untuk menjungjung tinggi dan mematuhi kode etik kehumasan Indonesia ini.

2.3 Kode Etik Profesi (APRI-Asosiasi Perusahaan Public Relations Indonesia)

1. Pasal 1, Norma-norma Perilaku Profesional; Humas dalam menjalankan kegiatan profesionalnya, seorang anggota wajib menghargai kepentingan umum dan menjaga diri setiap anggota masyarakat. Menjadi tanggung jawab pribadinya untuk bersikap adil dan jujur terhadap klien, baik yang mantan maupun yang sekarang, dan terhadap sesama anggota asosiasi, anggota media komunikasi serta masyarakat luas.

2. Pasal 2, Penyebarluasan Informasi; Seorang anggota tidak akan menyebarluaskan, secara sengaja dan tidak bertanggung jawab, informasi yang palsu atau yang menyesatkan, dan sebaliknya justru akan berusaha sekeras mungkin untuk mencegah terjadinya hal tersebut. Ia berkewajiban untuk menjaga intgeritas dan ketepatan informasi.

3. Pasal 3, Media Komunikasi; Seorang anggota tidak akan melaksanakan kegiatan yang dapat merugikan integritas media komunikasi.

4. Pasl 4, Kepentingan yang tersembunyi; Seorang anggota tidak akan melibatkan dirinya dalam kegiatan apapun yang secara sengaja bermaksud memecah belah atau menyesatkan, dengan cara solah-olah ingin memajukan suatu kepentingan tertentu padahal sebaliknya justru ingin memajukan kepentingan lain yang tersembunyi. Seorang anggota berkewajiban untuk menjaga agar kepentingan sejati organisasi yang menjadi mitra kerjanya benar-benar terlaksana secara baik

5. Pasal 5, Informasi Rahasia; Seorang anggota (kecuali bila diperintahkan oleh aparat hukum yang berwenang) tidak akan menyampaikan atau memanfaatkan informasi yang dipercayakan kepadanya, atau yang diperolehnya, secara pribadi, dan atas dasar kepercayaan, atau yang bersifat rahasia, dari kliennya, baik dimasa lalu, kini atau masa depan, demi unutk memperolah keuntungan pribadi atau untuk kepentingan lain tanpa persetujuan jelas dari yang bersangkutan.

6. Pasal 6, Pertentangan kepentinga; Seorang anggota tidak akan mewakili kepentingan-kepentingan yang saling pertentangan atau saling bersaing, tanpa persetujuan jelas dari pihak-pihak yang bersangkutan, dengan terlebih dahulu mengemukakan fakta-fakta yang terkait.

7. Pasal 7, Sumber-sumber Pembayaran; Dalam memberikan jasa pelayanan kepada kliennya, seorang anggota tidak akan menerima pembayaran, baik tunai maupun dalam bentuk lain, yang diberikan sehubungan dengan jasa-jasa tersebut, dari sumber mana pun, tanpa persetujuan jelas dari kliennya.

8. Pasal 8, Memberitahukan Kepentingan Keuangan; Seorang anggota, yang mempunyai kepentingan keungan dalam suatu organisasi tersebut ataupun memanfaatkan jasa-jasa organisasi tersebut, tanpa memberitahukan terlebih dahulu kepentingan keungan pribadinya yang terdapat dalam organisasi tersebut.

9. Pasal 9, Pembayaran berdasarkan hasil kerja; Seorang anggota tidak akan mengadakan negosiasi atau menyetujui persyaratan dengan calon majikan atau calon klien, berdasarkan pembayaran yang tergantung pada hasil pekerjaan PR ternetu di masa depan.

10. Pasal 10, Menumppang-tindih Pekerjaan Anggota Lain ; Seorang anggota yang mencari pekerjaan atau kegiatan baru dengan cara mendekati langsung atau secara pribadi, calon majikan atau calon langganan yang potensial, akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan unutk mengetahui apakah pekerjaan atau kegiatan tersebut sudah dilaksanakan oleh anggota lain. Apabila demikian, maka menjadi kewaajibannya untuk memberitahukan anggota tersebut mengenai usaha dan pendekatan yang akan dilakukannya terhadap klien tersebut. (Sebagian atau seluruh pasl ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk menghalangi anggota mengiklankan jasa-jasnya secara umum).

11. Pasal 11, Imbalan kepada karyawan kantor-kantor Umum; Seorang anggota tidak akan menawarkan atau memberikan imbalan apapun, dengan tujuan untuk memajukan kepentingan pribadinya (atau kepntingan klien), kepad orang yang menduduki suatu jabatan umum, apabila hal tersebut tidak sesuai dengan kepentingan masyarakat luas.

12. Pasal 12, Mengkaryakan Anggota Parlemen ; Seorang anggota yang memperkejakan seorang anggota parlemen, baiak sebagai konsultan atau pelaksana, akan memberitahukan kepada Ketua Asosiasi tentang hal tersebut maupun tentang jenis pekerjaan yang bersangkutan. Ketua Asosiasi akan mencatat hal tersebut dalam suatu bukbu catatan yang khusus dibuat untuk keperluan tersebut. Seorang anggota asosiasi yang kebetulan juga menjadi anggota parlemen wajib memberitahukan atau memberi peluang agar terungkap, kepada ketua, semua keterngan apapun mengenai dirinya.

13. Pasal 13, Mencemarkan Anggota-anggota lain ; Seorang anggota tidak akan dengan itikad buruk mencemarkan nama baik atau praktik profesional anggota lain.

14. Pasal 14, Instruksi /Perintah Pihak-pihak lain ; Seorang anggota tidak akan berperilaku sedemikian rupa sehingga merugikan nama baik asosiasi, atau profesi public relations.

15. Pasal 15, Nama baik Profesi ; Seorang anggota wajib menjungjung tinggi kode etik ini, dan wajib bekerja sama dengan anggota lain dalm menjungjung tinggi kode etik, serta dalam melaksanakan keputusan-keputusan tentang hal apapun yang timbul sebagai akibat dari diterapkannya keputusan tersebut.

16. Pasal 16, Profesi lain ; Dalam bertindak untuk seorang klien atau majikan yang bergabung dalm suatu profesi, seorang anggota akan menghargai Kode Etik dari profesi tersebut dan secara sadar tidak akan turut dalam kegiatan apapun yang dapat mencemarkan Kode Etik tersebut.

17. Anggota Humas menjunjung tinggi Kehormatan sebagai Pegawai Instansi Pemerintah maupun non pemerintah, baik Depatemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Lembaga-Lembaga Negara, BUMN, maupun BUMD.

18. Anggota Humas mengutamakan kompetensi, obyektivitas, kejujuran, serta menjunjung tinggi integritas dan norma-norma keahlian serta menyadari konsekuensi tindakannya.

19. Anggota Humas memegang teguh rahasia negara, sumpah jabatan, serta wajib mempertimbangkan dan mengindahkan etika yang berlaku agar sikap dan perilakunya dapat memberikan citra yang positip bagi Lembaga/ perusahaan.

20. Anggota Humas menyampaikan informasi publik yang benar dan akurat serta membentuk citra Humas lembaga/perusahaan yang positip di masyarakat.

21. Anggota Humas menghargai, menghormati, dan membina solidaritas serta nama baik rekan seprofesi.

22. Anggota Humas akan berusaha meningkatkan pengetahuan dan keterampilan untuk mewujudkan efisiensi dan efektivitas kerja serta memajukan profesi Humas di Indonesia.

23. Anggota Humas loyal terhadap kepentingan organisasi/ instansinya, bukan kepada kepentingan perorangan/golongan.

24. Anggota Humas wajib bertukar informasi dan membantu memperlancar arus informasi dengan sesama anggota.

25. Anggota Humas bersedia mendukung pelaksanaan tugas sesama anggota.

26. Anggota Humas tidak dibenarkan mendiskreditkan sesama anggota.

27. Humas melaksanakan pemantauan, evaluasi, dan penilaian terhadap kinerja anggota sesuai dengan laporan satuan kerja induknya berdasarkan standar operasional prosedur (SOP) profesi Humas

28. Humas melalui musyawarah berwenang memberikan penghargaan kepada anggota yang berprestasi dalam menjalankan profesinya dan mematuhi Kode Etik Humas .

29. Humas menjalin komunikasi kepada semua pegawai di organisasi/instansinya agar tercapai iklim organisasi yang mendukung peningkatan kompetensi organisasi.

30. Humas mengingatkan rekan seprofesinya yang melakukan tindakan di luar batas kompetensi dan kewenangannya dalam mencegah terjadinya pelanggaran Kode Etik Humas.

31. Anggota Humas tunduk, mematuhi dan menghormati Kode Etik Humas sesuai perundangan yang berlaku.

32. Anggota Humas wajib menyediakan dan memberikan informasi publik yang benar dan akurat kepada masyarakat, media massa, dan insan pers sesuai dengan tugas dan fungsí organisasi/institusinya sesuai dengan perundangan yang berlaku.

33. Anggota Humas tidak diperkenankan melakukan penekanan terhadap media massa dan insan pers serta mencegah pemberian barang dan jasa kepada media massa dan insan pers dengan dalih kepentingan publikasi (publisitas) pribadi/ golongan/ organisasi/ instansinya.

34. Anggota Humas menghargai, menghormati, dan membina hubungan baik dengan profesi lainnya.

2.4 Sangsi Pelanggaran Kode Etik Profesi Humas
Anggota humas yang didakwa melanggar Kode Etik Humas : (1). Memiliki hak jawab dalam proses penyelesaian perkaranya. (2). Berhak mendapatkan pemulihan nama baik dan hak-haknya seperti : semula bila terbukti tidak bersalah.


BAB III
KODE ETIK WARTAWAN
(JURNALISTIK)


3.1 Kode Etik Jurnalistik

Dalam menjalankan tugasnya, wartawan selain dibatasi oleh ketentuan hukum, seperti undang-undang pers nomor 40 Tahun 1999, juga harus berpegang kepada kode etik jurnalistik. Tujuannya adalah supaya wartawan bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya, yaitu mencari dan menyiarkan informasi.

3.2 Definisi Kode Etik Jurnalistik

Himpunan etika profesi kewartawanan [Pasal 1 Ayat (14) UU No 40 Tahun 1999]
Kode etik jurnalis televisi Indonesia, yaitu pedoman perilaku jurnalis televisi dalam menjalankan profesinya (Pasal 1 Kode Etik Jurnalis Televisi Indonesia)

3.3 Berikut beberapa Kode Etik Jurnalistik :

Kode etik jurnalis televisi Indonesia
Kode etik wartawan Indonesia
Kode etik jurnalistik persatuan Wartawan Indonesia (PWI)

3.4 Kode Etik Wartawan Indonesia

Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh dan menyiarkan informasi yang benar.
Wartawan Indonesia menempuh tata cara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan informasi serta memberikan identitas kepada sumber informasi.
Wartawan Indonesia menghormati asas praduga tak bersalah, tidak mencampuradukan fakta dengan opini, berimbang dan selalu meneliti kebenaran informasi serta tidak melakukan plagiat.
Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis, cabul, serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan susila.
Wartawan Indonesia tidak menrima suap dan tidak menyalahgunakan profesi
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak, mengahargai ketentuan embargo, informasi latar belakang dan off the record sesuai kesepakatan.
Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam pemberitaan serta melayani hak jawab.
Wartawan Indonesia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Berjiwa Pancasila, taat kepada Undang-undang Dasar RI, Ksatria, menjungjung harkat, martabat manusia dan lingkungannya, mengabdi kepada kepentingan bangsa dan negara serta terpercaya mengemban profesinya (Pasal 1).
Wartawan Indonesia dengan penuh rasa tanggung jawab dan bijaksana mempertimbangkan patut tidaknya menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, sura serta suara dan gambar) yang dapat membahayakan keselamatan dan keamanan negara, persatuan dan kesatuan bangsa, menyingung perasaan agama, kepercayaan atau keyakinan suatu golongan yang dilindungi oleh undang-undang (Pasal 2).
Wartawan Indonesia menolak imbalan yang dapat mempengaruhi objektivitas pemberitaan (Pasal 4).
Wartawan Indonesia menyajikan berita secara berimbang dan adil, mengutamakan kecermatan dari kecepatan serta tidak mencampuradukan fakta dan opini sendiri. Karya jurnalistik berisi interpretasi dan opini wartawan agar disajikan dengan mengunakan nama jelas penulisnnya (Pasal 5).
Wartawan Indonesia menghormati dan menjungjung tinggi kehidupan pribadi dengan tidak menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, suara serta suara dan gambar) yang merugikan nam baik sesorang, kecuali menyangkut kepentingan umum (Pasal 6).
Wartawan Indonesia dalam meberitakan peristiwa yang diduga menyangkut pelanggaran hukum dan atau proses peradilan harus menghormati praduga tak bersalah, prinsip adil, jujur dan penyajian yang berimbang (Pasal 7).
Wartawan Indonesia dalam memberitakan kejahatan susila (asusila) tidak merugikan pihak korban (Pasal 8).
Wartawan Indonesia menempuh cara yang sopan dan terhormat untuk memperoleh bahan karya jurnalistik (tulisan, suara serta suara dan gambar) dan selalu menyatakan identitasnya kepada sumber berita (Pasal 9).
Wartawan Indonesia dengan kesadaran sendiri secepatnnya mencabut atau meralat setiap pemberitaan yang kemudian ternyata tidak akurat, dan memberi kesempatan hak jawab secara proposional (Pasal 10).
Wartawan Indonesia juga meneliti kebenaran bahan berita dan memperhatikan kredibilitas serta kompetensi sumber berita (Pasal 11).
Wartawan Indonesia tidak melakukan tindakan plagiat, tidak mengutip karya jurnalistik tanpa menyebut sumbernya (Pasal 12).
Wartawan Indonesia harus menyebut sumber berita, kecuali atas permintaan yang bersangkutan untuk tidak disebut nama dan identitasnnya sepanjang menyangkut fakta dan data bukan opini. Apabila nama dan identitas sumber berita tidak disebutkan, segala tanggung jawab ada pada wartawan yang bersangkutan (Pasal 13).
Wartawan Indonesia juga menghormati ketentuan embargo, bahan latar belakang dan tidak menyiarkan informasi yang oleh sumber berita tidak dimaksudkan sebagai bahan berita serta tidak menyiarkan keterangan off the record (Pasal 14).

3.5 Federasi Internasional Wartawan (IFJ) :

Wartawan harus sadar akan bahaya diskriminasi yang dapat ditimbulkan oleh media dan karenanya harus sungguh-sungguh berupaya tidak memfasilitasi diskriminasi, seperti yang didasarkan pada perbedaan ras, seks, orientasi seksual, bahasa, agama, politik atau pandangan hidup dan asl-usul bangsa dan masyarakat.

Menghormati kebenaran dan hak publik akan kebenaran merupakan tugas pertama wartawan.
Wartawan harus setiap saat mempertahankan prinsip-prinsip kebebasan dalam pengumpulan dan penyiaran secara jujur berita-berita dan hak atas komentar dan kritik yang wajar.
Wartawan hanya melaporkan informasi berdasarkan fakta-fakta yang dia ketahui asalnya. Wartawan tidak boleh menyembunyikan informasi yang penting atau memalsukan dokumen-dokumen.
Wartawan hanya boleh mengunakan cara-cara yang wajar untuk mendapatkan berita, bambar dan dokumen-dokumen.
Wartawan harus dengan sungguh-sugguh memperbaiki (meralat) setiap informasi yang telah disiarkan yang kemudian didapati sangat tidak akurat.
Wartawan harus memegang teguh kerahasiaan profesional sehubungan dengan sumber-sumber informasi yang didapatinya secara rahasia.
Wartawan harus sadar akan bahaya diskriminasi yang dapat ditimbulkan olen media, dan (karenanya) harus sungguh-sungguh berupaya tidak memfasilitasi diskriminasi, seperti yang didasarkan pada perbedaan ras, seks, orientasi seksual, bahasa, agama, politik, atau pandangan hidup, dan asal-usul bangsa atau sosial.
Wartawan harus menganggap hal-hal berikut ini sebagai pelanggaran profesional yang sangat serius, seperti : Plagiarisme, pemutarbalikan fakta, dusta, fitnah, perusahaan nama baik dan tuduhan-tuduhan yang tidak mendasar, menerima pemberiaan dalam segala bentuk sebagai imbalan untuk menyiarkan atau tidak menyiarkan.
Wartawan harus menganggap bahwa adalah tugas mereka untuk mematuhi dengan penuh kesetiaan prinsip-prinsip yang dinyatakan di atas.
Wartawan didalam lingkungan hukum umum dari setiap negara, harus mengenali secara profesional yuridiksi sesama wartawan guna menolak segala campur tanggan dari pemerintah atau yang lainnya.

Kongres Kedua Federasi International Wartawan di Bordeaux, 25-28 April 1964 dan diamandir oleh kongres ke – 8 IFJ di Helsingor, 2-6 Juni 1986. Sedangkan, kode etik wartawan Indonesia disetujui oleh 26 Organisasi wartawan Indonesia dalam rapat koordinasi Dewan Pers dengan organisasi wartawan di Bandung Jawa Barat tanggal 6 Agustus 1999.

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Jakarta : Dewan Pers, (2006)

Tebba, Sudirman. (2005). Jurnalistik Baru. Jakarta : Kalam Indonesia.